Pulau Buru yang penduduk lokal lebih mengenalnya dengan nama Namlea, diambil dari ibu kota kabupaten Buru. Dari Ambon, pulau Buru bisa diakses dengan kapal laut selama 8-12 jam dengan kapal feri. Di pulau inilah, sastrawan Pramoedya Ananta Toer menulis tetralogi Pulau Buru-nya yang mengguncang. Di sini juga ratusan tapol menemui akhir hidup, jauh dari rumah dan keluarga.
Namun selain sisi kelam sejarah yang masih abu-abu itu, Pulau buru ternyata punya banyak spot menarik yang bisa kamu nikmati.
Danau Rana, danau terbesar di Maluku
Danau Rana terletak pada ketinggian 700 meter di atas permukaan air laut. Butuh perjuangan dan perjalanan jauh bila kamu ingin ke sana, karena lokasinya sekitar 63 km di pedalaman. Kamu bisa mengarungi danau dengan perahu sampan yang disewakan penduduk sekitar seharga 100 ribu sudah ples satu pendamping. Saat yang paling tepat untuk mengeliling Danau Rana adalah sore hari, ketika langit mulai menguning.
Suku Rana, suku asli yang tinggal di sekitar danau punya tradisi unik, menganggap Danau Rana yang airnya selalu tenang sebagai tempat suci warisan nenek moyang. Mereka juga punya tradisi unik yaitu tidak pernah menjual hasil panen mereka, melainkan memanfaatkannya bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pantai Jikumerasa
Sebagai pulau yang dikeliling oleh laut, Pulau Buru punya banyak objek wisata pantai yang bisa kamu jelajahi. Satu yang menjadi primadona penduduk lokal adalah Pantai Jikumerasa, yang terletak di kecamatan Namlea berjarak sekitar 10 km dari pusat kota. Pantai Jikumerasa adalah pantai dengan pasir putih yang berbutir halus, dengan air laut yang super bening, sampai kamu bisa melihat dasarnya. Bila kamu hobi snorkeling, kamu bisa menyelam ke dasar laut asalkan kamu membawa peralatan sendiri, karena belum tersedia persewaan alat snorkeling. Ketika matahari tepat di atas kepala, kamu akan mendapati tiga warna di Pantai Jikumerasa, putihnya pasir, hijaunya laut, dan birunya langit.
Pantai Waeperang atau Pantai Ratu
Pantai Waeperang digadang-gadang akan menjadi saingan berat bagi Pantai Jikumerasa. Meskipun lokasinya tidak terlalu jauh dari Pantai Jikumerasa, namun Pantai Waeperang tergolong lebih sepi dan belum banyak diketahui. Di pantai ini kamu bisa menikmati pasir putih yang lembut di telapak kaki. Warna putih dan biru mendominasi pemandangan mata. Saat ini pantai Waeperang sedang dalam masa pengembangan. Jika sudah selesai, mungkin akan seindah Pantai Jikumerasa. Tapi untuk kamu yang sedang mencari momen privat dengan diri sendiri, boleh nih mencoba ke Pantai yang masih perawan ini.
Air terjun Waeura
Air Terjun Waeura terletak sekitar 1 kilometer dari pusat kota Namlea. Tempat wisata ini sudah dikelola oleh pemerintah maupun oleh masyarakat secara sawadaya. Air terjun Waeura memang tidak terlalu tinggi. Terdiri dari 6 tingkatan dengan bebatuan besar yang berwarna-warni. Air yang jernih segar, ditambah hawa sejuk membuat pengunjung betah berlama-lama berendam di sana.
Kota yang Hilang , Desa Kayeli
Kayeli adalah sebuah desa yang terletak di pantai selatan Teluk Kayeli. Disebut kota yang hilang karena dulu Kayeli pernah menjadi pusat pemerintahan Belanda di Pulau Buru. Namun karena banjir bandang menghancurkan Kayeli, pemerintah Belanda memindahkannya ke Namlea. Kini Kayeli hanya terlihat sebagai titik kecil bila dilihat dari pantai utara Teluk Kayeli, atau kota Namlea, timbul tenggelam karena ombak. Sisa-sisa kejayaan Kayeli dapat kamu lihat dari Benteng Kayeli, yang dibangun VOC pada tahun 1785. Meski sudah ratusan tahun terbengkalai dan ditumbuhi semak belukar, benteng setinggi 2,5 meter itu masih tetap tegak dan kuat. Pusat kota di era Hindia Belanda ini kini menjelma menjadi kota mati yang bahkan belum dialiri listrik.
Desa Savanajaya di kecamatan Waeapo
Pada era geger 65, kurang lebih 12.000 pria-pria yang dituduh terlibat dengan PKI diangkut dan diturunkan di Pulau Buru. Di sana sudah dibangun beberapa unit pemukiman untuk tahanan politik ini. Totalnya ada 19 unit. Desa Savanajaya yang terletak di kecamatan Waeapo, oleh penduduk lokal disebut sebagai Unit IV, yang dulunya menampung 20 orang tapol. Untuk menuju Desa Sanavajaya hanya bisa melalui satu jalur yang berkelok-kelok melewati bukit tanaman kayu putih. Jalan ini konon dibangun oleh para tapol. Desa Savanajaya adalah satu-satunya lokasi yang masih menyimpan bekas-bekas penjara berupa Gedung Kesenian. Dulunya gedung kesenian yang terletak di tengah desa, sunyi senyap di pinggir lapangan, itu adalah sebuah balai yang digunakan untuk pembinaan ataupun pusat diskusi tapol. Dulu Savanajaya menjadi saksi bisu penyiksaan tapol, kini sudah berkembang menjadi lumbung padi bagi Pulau Buru.
No comments:
Post a Comment