• Breaking News

    Sunday, February 5, 2017

    Cengkeraman Mafia di Sepakbola Italia, Kisah Tragis dan Upaya Perlawanan


    Kasus tewasnya Giovanni sebenarnya hampir mirip dengan kasus tewasnya Giovanni Montani. Keduanya sama-sama tewas oleh berondongan peluru orang tak dikenal yang mengendarai sepeda motor. 

    Kasus Montani sendirinya akhirnya terungkap bahwa ada campur tangan mafia. Montani yang tewas pada 29 Oktober 2006 lalu itu merupakan korban dari keganasan mafia yang masih memiliki kuasa di sepakbola Italia. 

    Fakta hukum kasus Montani menyebut bahwa kematian pemain ini lebih kepada persaingan antar kelompok mafia lokal di Bari. Montani ternyata ialah seorang keturunan dari keluarga Montani yang juga memiliki pengaruh luar biasa di kalangan mafia lokal.



    Paman dari Montani, Andrea Montani dipenjara sejak 1991 silam karena bisnis keluarga tersebut. Anak dari Andrea, Salvatore kemudian meneruskan bisnis keluarga tersebut. Meskipun ayah dari Giovanni Montani pernah menyebut anaknya sama sekali tidak terkait kelompok mafia Montani namun Giovanni sangat akrab dengan sepupunya, Salvatore Montani. 

    Kepolisian setempat menyebut bahwa kematian dari Giovanni Montani akibat aksi balas dendam antar keluarga Montani. Lantas bagaimana dengan kasus Renato Di Giovanni? 


    Apakah benar ada campur tangan mafia di sepakbola Italia? Lantas apa hubungannya para pemain muda Italia dengan kelompok kriminal tersebut? 

    Berikut ini rangkuman nya yang di lansir dari 88Media

    -----------------------------------------------------------------------------------------

    1. Mendirikan klub dan atur pertandingan

    Hingga Februari 2011 lalu, ada sebuah klub dari selatan Italia yang berbeda dari klub kebanyakan. Bukan karena prestasi atau hal positif lainnya, klub bernama La Nuova Quarto Calcio ini dianggap berbeda karena sang presiden, Giuseppe Polverino. 

    Mengapa Polverino dianggap begitu berbeda? 

    Polverino bukan sosok pria biasa, di kawasan Naples, Italia, Polverino merupakan Camorra, sebutan mafia dari Naples, Italia. Bisnis organisasi yang dipimpin oleh Polverino ialah jual beli kokain, prostitusi, hingga perjudian. 

    Dilansir dari thesefootballtimes.co, Polverino mendirikan klub La Nuova merupakan bagian dari strategi bisnis perjudiannya serta keinginannya untuk mendapat penghormatan dari warga setempat. 

    Namun usaha dari Polverino tidak lama, setelah pemerintah Italia membentuk unit khusus pemberantasan mafia. Unit ini kemudian menangkap Polverino dan skuat La Nuova, aset klub ini juga disita. 

    Sayangnya meski kepolisian Italia sudah berusaha untuk meminimalisir praktek mafia di segala sendi kehidupan termasuk sepakbola, hal itu tak benar-benar terjadi. 

    Usai klub buatan Polverino dibekukan, data menyebutkan bahwa di pertengahan hingga akhir 2011, tercatat ada 100 orang ditangkap oleh Kejaksaan Italia terkait kasus match fixing. 

    Para tersangka ini sebagian besar merupakan anggota dari kelompok mafia yang tersebar di Italia serta melibatkan sejumlah pemain dan klub. Kasus penangkapan 100 orang ini kemudian dikenal dengan sebutan skandal 'Ultima Scommessa'. 

    Tiga klub terlibat dalam skandal ini yakni Bari, Napoli, dan Cremona. Sejumlah pengamat di Italia menyebut bahwa keterlibatan mafia dalam sendi kehidupan masyarakat Italia termasuk bidang sepakbola merupakan kasus yang rumit untuk diurai. 

    Mengapa hal itu bisa terjadi? Mafia di Italia bukan sekedar kelompok kriminal semata, sebagian besar masyarakat Italia bahkan memiliki balas budi ke kelompok mafia. 

    Kasus Polverino misalnya, sejumlah warga yang tak rela jika klub La Nouva harus ditutup selamanya. Mereka berupaya agar klub itu masih ada eksistensinya. 

    Selain itu bagi mafia, ada hukum tak tertulis bahwa pengkhianatan bayarannya ialah nyawa. Warga setempat khawatir jika mereka tak melakukan apapun pada klub itu, nyawa mereka akan jadi ganjarannya jika Polverino bebas dari bui. 

    Sebenarnya kasus La Nouva juga dialami oleh para pendukung klub Rosarno. Klub ini pada 2010 sempat diambil alih oleh pihak kejaksaan karena petinggi klub ini terbukti secara hukum merupakan bagian dari mafia. 

    Pemerhati masalah mafia, Corrado De Rosa mengatakan mafia telah menancapkan kuku-kuku mereka ke segala lapisan masyarakat. 

    "Kepemilikan klub sepakbola oleh para mafia membuat mereka berada di posisi yang 'terhormat' di masyarakat. Akibatnya aksi kriminal mereka seperti pencucian uang dan lainnya malah mendapat perlindungan. Mereka begitu dihormati selain ditakuti," kata De Rosa. 

    Dipandang secara sosiologis, masyarakat Italia yang sudah bertautan dengan mafia memang telah patologis (gejala sakit secara sosial). Akibatnya tindakan mereka pun seperti membiarkan dan membenarkan tindakan kriminal para mafia ini, termasuk saat mereka melakukan praktik match fixing dan mendirikan klub untuk pencucian uang.


    2. Deretan aksi bengis mafia di lapangan hijau

    Nama Paolo Rossi tentu sangat familiar bagi pencinta sepakbola Italia. Rossi diberi label oleh banyak orang sebagai pahlawan dari kegelapan, pasalnya sebagai pesepakbola ia bertautan dengan kelompok mafia, akibatnya ia jadi pelaku match fixing pada 1980. 

    Kasus dari Paolo Rossi ialah satu dari sekian banyak aksi-aksi bengis para mafia ke pesepakbola Italia. Rossi setidaknya masih beruntung hanya mendapat sanksi dua tahun dari federasi sepakbola Italia karena keterlibatannya. 

    Aksi lebih liar dan bengis dilakukan para mafia, seperti kasus klub Giugliano FC misalnya, klub ini ternyata tidak hanya jadi klub sepakbola, namun jadi gudang senjata kelompok mafia. Senjata-senjata itu disimpan rapi di dalam stadion klub, Stadion Boys Caivanese Calcio. 

    Tidak hanya pemain dan klub yang jadi imbas, korp pengadil pun tak ketinggalan 'dirangkul' oleh para mafia. Paolo Zimmaro, pria berprofesi wasit ini mendapat hukuman 20 tahun dilarang aktif di sepakbola Italia. Mengapa Zimmaro mendapat hukuman selama itu? 

    Usut punya usut, Zimmaro saat akan memimpin pertandingan meminta para pemain untuk mengheningkan cipta selama satu menit. Ternyata aksi mengheningkan cipta itu ditujukan Zimmaro untuk kematian salah satu gembong mafia, Carmine Arena yang tewas karena perang antar mafia pada 2004 lalu. 

    Dan tentu saja yang paling tragis yang dialami oleh Giovanni Montani. Montani tewas pada 29 Oktober 2006 lalu itu merupakan korban dari keganasan mafia yang masih memiliki kuasa di sepakbola Italia. 

    Tewasnya Montani seolah tidak membuat mafia diberantas tuntas, kasus teranyar Renato Di Giovanni tentu jadi perhatian tersendiri. Meski belum ada pernyataan resmi dari pihak aparat apakah ini ada hubungannya dengan para mafia, namun ada kesamaan kronologis dari tewasnya dua pemain muda Italia ini.


    3. Perlawanan dari para perempuan


    Selain aparat kepolisian, sejumlah pihak sebenarnya berupaya memberantas para mafia, minimal mengurangi peranan mereka di lapangan hijau. 

    Aksi ini bahkan dilakukan oleh sejumlah perempuan. Seperti dilansir dari thelocal.it, klub futsal beranggotakan perempuan melakukan kampanye terbuka untuk melawan para mafia ini. 

    Bahkan Federasi Futsal Italia juga mendukung aksi para pemain futsal perempuan ini. Sayang aksi ini ternyata tidak mendapat dukungan penuh dari Federasi Sepakbola Italia, pihak federasi malah marah karena aksi kampanye terbuka tersebut. 

    Mantan jaksa yang sangat keras terhadap aksi kriminal mafia, Nicola Gratteri mengatakan bahwa sudah menjadi resiko melawan mafia akan berujung pada ancaman kematian. 

    Namun menurut Gratteri, aksi para perempuan ini harusnya menjadi aksi yang masif.

    "Mereka tidak hanya memikirkan bagaimana terus bermain, tapi mereka memberikan dorongan psikologis kepada para korban mafia ini. Ini merupakan sumber kekuataan sosial di masyarakat," kata Gratteri. 

    Aparat hukum sendiri di Italia berupaya bersinergis dengan Federasi Sepakbola Italia. Dilansir dari ansa.it, pihak komisi pemberantasan mafia misalnya melakukan rapat dengan Presiden Serie A, Serie B, Lega Pro, dan Presiden Asosiasi Pemain. 

    Rapat ini untuk memetakan seberapa jauh peranan para mafia di lingakaran sepakbola Italia. Menurut wakil dari komisi pemberantasan mafia, Angelo, pihaknya ingin menginfiltrasi bentuk kejahatan para mafia di lapangan hijau.


    Awan mendung kembali menggelayut di sepakbola Italia usai seorang pemain muda, Renato Di Giovanni tewas tertembak orang tak dikenal. Tewasnya eks pemain Napoli ini mengingatkan kita pada kasus serupa yang dialami oleh pemain Bari, Giovanni Montani. Apakah benar ada campur tangan mafia di kasus Giovanni seperti kasus Montani ?

    No comments:

    Post a Comment

    Sport

    Teknologi

    Travel