Perang atau konflik bersenjata pastinya membuat negara terpecah belah, dimana seringkali keluarga atau teman-teman harus terpisah untuk menyelamatkan diri. Ternyata begitu pula adanya kondisi Indonesia ketika dalam jajahan Belanda selama 350 tahun. Banyak pribumi yang harus terpaksa meninggalkan ibu pertiwi demi bertahan hidup . Contohnya adalah mereka yang dikirim untuk kerja paksa ke daerah-daerah jajahan Hindia Belanda lain di seluruh dunia, salah satunya adalah kawasan yang sekarang dikenal sebagai Suriname.
Jika ada paham populer tentang doppleganger, maka kembaran Jawa adalah Suriname yang terletak di Amerika Latin. Bukan kembaran misterius, kita memang saudara serumpun dengan penduduk Suriname keturunan Jawa. Jadi meskipun terpisah benua dan samudera, hubungan antara Suriname dan Indonesia sangatlah spesial. Berikut beberapa potret kehidupan di Suriname.
Jika ada paham populer tentang doppleganger, maka kembaran Jawa adalah Suriname yang terletak di Amerika Latin. Bukan kembaran misterius, kita memang saudara serumpun dengan penduduk Suriname keturunan Jawa. Jadi meskipun terpisah benua dan samudera, hubungan antara Suriname dan Indonesia sangatlah spesial. Berikut beberapa potret kehidupan di Suriname.
1. Orang-orang Jawa dikirim ke Suriname untuk kerja paksa di era penjajahan Belanda. Dengan kapal, perjalanan bisa sampai 8 bulan. Bila tumbang, harus dibuang di tengah lautan
Monumen kedatangan orang Jawa.
2. Suriname dikenal sebagai ‘Satu Negara Empat Benua’. Selain orang Jawa yang jumlahnya 15%, ada juga orang Belanda, Afrika, dan Amerika
Perbedaan yang membuat mereka unik.
3. Kalau sedang jalan-jalan, kamu bakal bingung ini di Jogja atau Suriname. Masalahnya, nama-nama jalannya pun sama seperti Wagiran, Sastrodiredjo, atau Sidodadi
Tipe pengguna jalannya pun sama.
4. Nama orang Suriname adalah gabungan antara Jawa dan Latin. Jadi jangan heran bila menemui nama Harvey Ponirin, Paris Partorejo, atau Paul Salimin di sana
Gabungan latin dan jawa menjadi nama yang umum.
5. Layaknya kota-kota di Jawa, banyak masjid dan warung bertebaran di pinggir jalan. Beberapa nama makanan pun masih asli, seperti: petjel (pecel), saoto (soto), dan bami (Bakmi)
Bahkan warungnya dihiasi wayang.
6. Berbagai budaya dan tradisi Jawa bahkan masih dilestarikan di Suriname. Salah satunya adat pernikahan, lengkap dengan aksi suap-suapannya
Kalau tidak diberi konteks negara, pasti dikiranya ini nikahan orang Jogja.
7. Orang-orang dari generasi tua pun masih mempertahankan penampilan khas Jawa. Batik, blangkon, peci, dan topi nenek-nenek adalah penampilan keseharian
Jadi ingat nenekmu nggak?
8. Ada beberapa daerah yang menjadi basis orang Jawa. Salah satunya adalah Desa Purwodadi di Kota Lelydrop, Distrik Winica, Suriname
Rumah penduduk pun masih sangat ‘njawani’.
9. Semangat gotong royong dan kekeluargaan ala orang Jawa pun masih terjaga. Kekerabatan antar tetangga yang erat layaknya di desa-desa Jawa
Di Indonesia saja sudah terkikis, eh di Suriname masih terjaga.
10. Lagu-lagu Jawa juga populer di Suriname. Didi Kempot adalah salah satu artis yang jadi idola di sana
Didi Kempot jadi idola.
11. Meski bukan suku terbanyak, tapi orang Jawa di Suriname lumayan mewakili masyarakat. Mulai dari seniman, menteri, hingga calon presiden ternyata keturunan Jawa
Raymond Sapoen yang menjadi capres Suriname.
12. Sama seperti di Indonesia, Bahasa Jawa yang menjadi salah satu bahasa lokal di Suriname juga tengah mengalami krisis. Anak-anak muda tak lagi bisa berbahasa krama
Generasi muda mulai melupakan bahasa Jawa.
Sudah seratus tahun lebih proses perpindahan orang-orang dari tanah Jawa ke Suriname. Sementara itu, kebanyakan orang-orang Jawa di Indonesia berlomba menamai anaknya dengan nama-nama Eropa, di Suriname nama-nama bule justru dikombinasikan dengan nama Jawa yang khas. Tradisi-tradisi Jawa pun masih banyak yang bertahan. Barangkali, memang dengan cara itulah mereka mengingat tanah leluhurnya.
No comments:
Post a Comment